Sabtu, 29 November 2014

E-Goverment (Sistem Informasi Manajemen Pada Lembaga pemerintahan)


Pengertian E-Government
          E-Government merupakan kependekan dari elektronik pemerintah. E-Governtment biasa dikenal e-gov, pemerintah digital, online pemerintah atau pemerintah transformasi.
E-Government adalah Suatu upaya untuk mengembangkan penyalenggaraan kepemerintahan yang berbasis elektronik. Suatu penataan system manajemen dan proses kerja di lingkungan pemerintah dengan mengoptimalkan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi. Atau E-Goverment adalah penggunaan teknologi informasi oleh pemerintah untuk memberikan informasi dan pelayanan bagi warganya, urusan bisnis, serta hal-hal lain yang berkenaan dengan pemerintahan. e-Government dapat diaplikasikan pada legislatif, yudikatif, atau administrasi publik, untuk meningkatkan efisiensi internal, menyampaikan pelayanan publik, atau proses kepemerintahan yang demokratis.
Ada tiga model penyampaian E-Government, antara lain :
a. Government-to-Citizen atau Government-to-Customer (G2C)
          Adalah penyampaian layanan publik dan informasi satu arah oleh pemerintah ke masyarakat, Memungkinkan pertukaran informasi dan komunikasi antara masyarakat dan pemerintah,
contohnya G2C : Pajak online, mencari Pekerjaan, Layanan Jaminan sosial, Dokumen pribadi (Kelahiran dan Akte perkawinan, Aplikasi Paspor, Lisensi Pengarah), Layanan imigrasi,
Layanan kesehatan, Beasiswa, penanggulangan bencana.
b. Government-to-Business (G2B)
        Adalah transaksi-transaksi elektronik dimana pemerintah menyediakan berbagai informasi yang dibutuhkan bagi kalangan bisnis untuk bertransaksi dengan pemerintah.Mengarah kepada pemasaran produk dan jasa ke pemerintah untuk membantu pemerintah menjadi lebih efisien melalui peningkatan proses bisnis dan manajemen data elektronik. Aplikasi yang memfasilitasi interaksi G2B maupun B2G adalah Sistem e-procurement.
Contoh : Pajak perseroan, Peluang Bisnis, Pendaftaran perusahaan, peraturan pemerintah (Hukum Bisnis), Pelelangan dan penjualan yang dilaksanakan oleh pemerintah, hak paten merk dagang, dll
c. Government-to-Government (G2G)
         Adalah Memungkinkan komunikasi dan pertukaran informasi online antar departemen atau lembaga pemerintahan melalui basisdata terintegrasi.
Contoh : Konsultasi secara online,blogging untuk kalangan legislative, pendidikan secara online, pelayanan kepada masyarakat secara terpadu.
Keuntungan  E-Goverment bagi rakyat
1.  Pelayanan servis yang lebih baik kepada masyarakat. Informasidapat disediakan 24 jam, 7 hari dalam seminggu, tanpa harus menunggu dibukanya kantor . Informasi dapat dicari dari kantor, rumah, tanpa harus secara fisik datang ke kantor pemerintahan.
2. Peningkatan hubungan antara pemeritah, pelaku bisnis, dan masyarakat umum. Adanya keterbukaan [transparansi ] maka diharapkan hubungan antara berbagai pihak menjadi lebih baik. Keterbukaan ini menghilangkan saling curiga dan kekesalan dari semua pihak.
3. Pemberdayaan msyarakat melalui informasi yang mudah diperoleh. Dengan adanya informasi yang mencukupi, masyarakat akan belajar untuk dapat menentukan pilihannya. Sebagai contoh, data-data tentang sekolah; jumlah kelas, daya tampung murid, passing grade, dan sebagainya, dapat ditampilkan secara online dan digunakan oleh orang tua untuk memilih sekolah yang pas untuk anaknya.
4.  Pelaksanaan pemerintahan yang lebih efisien . Sebagai contoh, koordinasi     pemerintahan dapat dilakukan melaluji e-mail atau bahkan vidio confernce.
5. Tenologi Informasi dan Komunikasi yang dikembangkan dalam pemerintahan atau yang disebut e-government membuat masyarakat semakin mudah dalam mengakses kebijakan pemerintah sehingga program yang dicanangkan pemerintah dapat berjalan dengan lancar.
6. e-government juga dapat mendukung pengelolaan pemerintahan yang lebih efisien, dan bisa meningkatkan komunikasi antara pemerintah dengan sektor usaha dan industri.
7.  Masyarakat dapat memberi masukan mengenai kebijakan-kebijakan yang   dibuaat oleh pemerintah sehingga dapat memperbaiki kinerja pemerinta8.  Selain tampilan dan paduan warna yang menarik, informasi-infromasi yang disajikan sangatlah lengkap dan up to date.
9.  Terdapatnya informasi transportasi, informasi valuta asing, serta info tentang tinggi muka air.
10.  Website ini mencakup banyak aspek seperti hukum, agama, sosial dan budaya, bisnis dan kawasan bisnisnya, pendidikan, dan sebagainya.
11. Semua terbuka untuk pemerintah dan masyarakat.

Kerugian  E-Goverment bagi rakyat
1.  Semakin bebasnya masyarakat mengakses situs pemerintah akan membuka peluang terjadinya cyber crime yang dapat merusak system TIK pada e-government. Misalnya kasus pembobolan situs KPU ketika penyelenggaraan Pemilu oleh seorang cracker.

2.     Kurangnya interaksi atau komunikasi antara admin (pemerintah) dengan masyarakat, karena e- government dibuat untuk saling berinteraksi antara pemerintah, masyarakat, dan pihak lain yang berkepentingan.
3. Kelemahan utama tentang e-government adalah kurangnya kesetaraan dalam akses publik untuk keandalan, internet informasi di web, dan agenda tersembunyi dari kelompok pemerintah yang dapat mempengaruhi dan bias opini publik.
4.  Pelayanan yang diberikan situs pemerintah belum ditunjang oleh system manajemen dan proses kerja yang efektif karena kesiapan peraturan,prosedur dan keterbataasan SDM sangat membatasi penetrasi komputerisasi k dalam system pemerintahan
5.  Belum mapannya strategi serta tidak memaadainya anggaran yang dialokasikan untuk pengembanngan e-government
6.  Inisiatif merupakan upaya instansi secara sendiri-sendiri, dengan demikian sejumlah faktor seperti standardisasi, keamanan informasi, otentikasi, dan berbagai alikasi dasar yang memungkinkkan interoperabilitas antar situs secara andal, aman, dan terpercaya kurang mendapat perhatian
7.  Kesenjangan kemampuan masyarakat untuk mengakses jaringan internet


Penerapan SIM pada Negara Indonesia
- teknologi
Dua faktor utama yang perlu diperhitungkan dalam strategi pengembangan sistem informasi nasional adalah SDM yang berkualitas dan alternatif sistem atau teknologi yang digunakan. Dari aspek teknologi, tentunya akan sangat berguna jika Indonesia dapat membangun infrastruktur informasi nasional secara mandiri, di samping menambah local content dari peralatan telekomunikasi yang diinstalasi. Beberapa alternatif teknologi informasi hulu, seperti packet radio network dan interkom, telah dibuat sendiri bahkan diimplementasikan dengan swadaya dan swadana masyarakat. Bahkan tidak tanggung-tanggung, digunakan untuk mengintegrasikan beberapa universitas di Indonesia timur dan sekolah menengah atas ke berbagai jaringan perguruan tinggi yang telah beroperasi khususnya di Jawa. Menarik bahwa sebagian besar proses bertumpu pada inisiatif dan swadaya masyarakat. Hal ini sangat membantu proses pendidikan jarak jauh dengan meningkatkan effisiensi pendidik dibantu media elektronik. Tentunya sangat membantu program wajib belajar yang dicanangkan. Badan-badan nasional perlu memikirkan peluang regulasi dan kesempatan untuk memungkinkan percepatan perkembangan infrastruktur informasi hulu berbasis swadaya masyarakat dengan teknologi Indonesia.
- SI utama
Sistem informasi telah berkembang seiring dengan perkembangan teknologi informasi yang sangat cepat dan terbukti sangat berperan dalam kegiatan perekonomian dan strategi penyelenggaraan pembangunan. Keberadaan sistem informasi mendukung kinerja peningkatan efisiensi, efektivitas dan produktivitas organisasi pemerintah dan dunia usaha, serta mendorong pewujudan masyarakat yang maju dan sejahtera. Sistem informasi yang dibutuhkan, dimanfaatkan, dan dikembangkan bagi keperluan pembangunan daerah adalah sistem informasi yang terutama diarahkan untuk menunjang perencanaan pembangunan daerah. Hal ini perlu diingat karena telah terjadi perubahan paradigma menuju desentralisasi di berbagai aspek pembangunan. Salah satu paradigma baru itu adalah perihal perencanaan pembangunan daerah. Mulai tahun 2001, seiring dengan pemberlakuan UU No. 22/1999 dan UU No. 25/1999, maka perencanaan pembangunan daerah telah diserahkan kepada pemerintah daerah. Dan dengan terbitnya UU No. 25/2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional yang bertujuan untuk mendukung koordinasi antarpelaku pembangunan; menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi, dan sinergi baik antardaerah, antarruang, antarwaktu, antarfungsi pemerintah maupun antara Pusat dan Daerah; menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan pengawasan; mengoptimalkan partisipasi masyarakat; dan menjamin tercapainya penggunaan sumber daya secara efisien, efektif, berkeadilan, dan berkelanjutan. Dengan demikian, kiat di balik desentralisasi adalah peningkatan pelayanan kepada masyarakat, partisipasi dalam perencanaan pembangunan, dan pencapaian akuntabilitas, efektivitas, dan efisiensi. Telah banyak dikembangkan sistem informasi yang berbasis data perencanaan pembangunan, yang beroperasi baik di pusat maupun di daerah. Akan tetapi, harus diakui bahwa pada umumnya sistem informasi yang telah dikembangkan itu hanya menyangkut aspek tertentu dalam perencanaan pembangunan. Misalnya, Sistem Informasi Manajemen Departemen Dalam Negeri (Simdagri) dan SIM Daerah (Simda), yang penerapan pengelolaannya di daerah dilakukan oleh Kantor Pengolahan Data Elektronik (KPDE) di daerah. Contoh lain adalah yang berkaitan dengan aspek ruang, yaitu Sistem Informasi Geografis (SIG), yang dikembangkan melalui proyek berbantuan luar negeri Land Resources Evaluation and Planning (LREP) dan Marine Resources Evaluation and Planning (MREP); atau sistem informasi yang menyangkut aspek lingkungan, seperti Neraca Kependudukan dan Lingkungan Hidup Daerah (NKLD) serta Neraca Sumber Daya Alam dan Spasial Daerah (NSASD) di setiap daerah. Dengan adanya Sistem Informasi dan Manajemen Perencanaan Pembangunan Nasional (Simrenas) ini, diharapkan dapat menata berbagai aspek data perencanaan pembangunan secara terintegrasi dan komprehensif, baik dalam hal struktur, jenis maupun format data untuk perencanaan pembangunan.

2. Masalah SI Nasional :
Hingga saat ini telah beberapa kali dilakukan upaya untuk membangun suatu bahan acuan pengembangan sistem informasi yang bersifat nasional, namun belum ada yang berhasil untuk diwujudkan kedalam suatu bentuk acuan standard yang mengarahkan pengembangan seluruh sistem informasi pemerintah ke dalam satu cetak biru yang komprehensif. Terlebih pada saat belum didirikannya Kementerian Komunikasi dan Informasi, beberapa instansi dan lembaga pemerintah mengambil suatu inisiatif untuk menyusun suatu konsep tentang Sistem Informasi Nasional. Hal ini telah mengakibatkan duplikasi yang juga redundansi dimana konsep yang disusun berdasarkan kepada kepentingan setiap instansi ataupun lembaga yang menyusunnya. Selain itu dengan beragamnya sistem yang dimiliki oleh setiap instansi maupun lembaga membawa akibat kepada kekacauan sistem (system chaos) dimana beberapa lembaga memiliki struktur data yang sama namun dengan infrastruktur informasi (content) yang berbeda-beda. Hal ini menyebabkan inefisiensi pengelolaan sistem informasi pemerintah. Selain itu dengan adanya perbedaan informasi yang dihasilkan akan menyebabkan kebingungan bagi pengguna informasi untuk menentukan validitas informasi yang dimiliki.
Hal lain yang perlu dicermati adalah banyaknya pengembangan sistem informasi yang mengalami kegagalan, walaupun telah dibiayai dengan anggaran yang cukup besar, sistem yang dibangun tidak dapat diimplementasikan dengan beragam alasan. Kegagalan tersebut selain membebani anggaran negara juga membawa preseden buruk bagi pengembangan sistem informasi lainnya. Anggaran belanja negara juga dibebani oleh biaya pengembangan sistem yang jauh melebihi batas normal, hal ini dapat dibuktikan dengan adanya beberapa pembuatan dan pengembangan web bagi pemerintah dengan biaya yang sangat fantastis.
Suatu fenomena yang saat ini tengah berkembang adalah pengembangan konsep e-government dan e-business, fenomena ini telah mendorong beberapa instansi dan lembaga baik ditingkat pusat maupun daerah untuk mengembangkan sistem informasi mereka sehingga dapat diimplementasikan dalam konsep e-government. Namun kenyataan yang terjadi adalah adanya suatu paham yang beranggapan bahwa” web + e-mail = e-government”, dan biaya pengembangan yang dikeluarkan untuk proyek tersebut berada diluar batas kewajaran. Hal-hal tersebut timbul adalah akibat tidak adanya suatu konsep yang jelas mengenai apa yang dimaksud dengan e-government. Bilamana seorang konsultan membahas mengenai e-government, maka apa yang diuraikan dalam bahasannya lebih mengarah kepada penggunaan suatu produk yang diwakilinya atau lebih mengarah kepada penggunaan internet sebagai suatu konsep yang dipahami secara dangkal. Hal ini tentunya akan membawa akibat kepada inefisiensi dan inefektifitas anggaran dan aktivitas pengelolaan pemerintahan. Permasalahan ini mungkin dialami oleh lembaga maupun instansi baik di tingkat Pusat maupun Daerah; dalam hal ini diperlukan koordinasi antar sektor dan antar tingkatan pemerintahan untuk dapat mengatasinya.
- SI Hasil Pembangunan :
Pada kurun waktu ini, aplikasi sistem informasi yang dibangun dan dikembangkan mulaidiarahkan berbasiskan internet, baik untuk kebutuhan otomatisasi pengolahan data maupunpromosi hasil-hasil litbang di dalam website. Untuk kebutuhan tersebut perangkat lunakdigunakan diantaranya Ms-Access, MS-SQL Server, Visual Basic, Delphi, Macro Media (Dream weaver, Firework, Flash), Visual Studio.Net Enterprise Developer, MapXtrem, Geomedia Developer, Geomedia WebMap, dan lainnya. Sedangkan untuk kebutuhan jaringaninternet setiap tahun secara bertahap dikembangkan, baik perangkat keras, perangkatlunak maupun sistem komunikasi ke global internet. Kondisi terakhir sampai 2003, komunikasike global internet mempergunakan komunikasi VSAT ke SpeedCast.com (Hongkong) dengankbps. Sedangkan untuk kebutuhan integrasi dengan Instansi lain di bawahDESDM di Bandung telah disiapkan perangkan Radio 2.4 GHz dengan antenna sectoral 3600.
Sedangkan hasil pembangunan dan pengembangan aplikasi sistem pada tahun 2001 sampaidengan 2003, diantaranya adalah : Sistem Database Batubara, Sistem Database Hasil-hasilLitbang, SI Monitoring AlatTambang, SI Monitoring Kemajuan Tambang, SI Monitoring Kerjasama Litbang berbasis Web, Otomatisasiadministrasi pengujian batubara di LaboratoriumBatubara, Sistem Penjualan Online Produk dan JasatekMIRA, Sistem pemetaan online (WebMapping).
- SI Potensi Daerah :
mengelola data unggulan yang terdapat di daerah, yang akan dikelola dan diinformasikan pada masyarakat, kepada eksekutif atau kepada pihak-pihak yang berkepentingan.Data yang diberikan disesuaikan dengan kewenangan dari user yang melihat, serta sesuai dengan kerahasiaan dan kegunaan dari data yang akan dikelola atau diinformasikan.Aplikasi ini dikelola oleh dinas atau instansi terkait yang memiliki wewenang dalam mengelola data-data tersebut, sehingga kebenaran dan keterkinian data yang bersangkutan akan terjaga. Juga informasi yang tersebar tidak simpang siur dan jelas. Berkaitan dengan era otonomi daerah dimana pemerintahan pusat menyerahakan sepenuhnya kepada pemerintah kabupatan/kota, dalam mengurus dan mengembangkan sendiri daerahnya masing-masing, maka setiap daerah akan mengusahakan semua potensi wilayah yang dimiliki untuk dijadikan peluang guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat.
2. Penerapan SIM dalam Bidang Pemerintahan (e-government).
E-government mengacu pada penggunaan teknologi informasi oleh pemerintahan, seperti menggunakan intranet dan internet, yang mempunyai kemampuan menghubungkan keperluan penduduk, bisnis, dan kegiatan lainnya. Bisa merupakan suatu proses transaksi bisnis antara publik dengan pemerintah melalui sistem otomasi dan jaringan internet, lebih umum lagi dikenal sebagai world wide web. Pada intinya e-government adalah penggunaan teknologi informasi yang dapat meningkatkan hubungan antara pemerintah dan pihak-pihak lain. penggunaan teknologi informasi ini kemudian menghasilkan hubungan bentuk baru seperti: G2C (Governmet to Citizen), G2B (Government to Business), dan G2G (Government to Government).Manfaat e-government yang dapat dirasakan antara lain: (1) Pelayanan servis yang lebih baik kepada masyarakat. Informasi dapat disediakan 24 jam sehari, 7 hari dalam seminggu, tanpa harus menunggu dibukanya kantor. Informasi dapat dicari dari kantor, rumah, tanpa harus secara fisik datang ke kantor pemerintahan. (2) Peningkatan hubungan antara pemerintah, pelaku bisnis, dan masyarakat umum. Adanya keterbukaan (transparansi) maka diharapkan hubungan antara berbagai pihak menjadi lebih baik. Keterbukaan ini menghilangkan saling curiga dan kekesalan dari semua pihak. (3) Pemberdayaan masyarakat melalui informasi yang mudah diperoleh. Dengan adanya informasi yang mencukupi, masyarakat akan belajar untuk dapat menentukan pilihannya. Sebagai contoh, data-data tentang sekolah: jumlah kelas, daya tampung murid, passing grade, dan sebagainya, dapat ditampilkan secara online dan digunakan oleh orang tua untuk memilihkan sekolah yang pas untuk anaknya. (4) Pelaksanaan pemerintahan yang lebih efisien. Sebagai contoh, koordinasi pemerintahan dapat dilakukan melalui e-mail atau bahkan video conference. Bagi Indonesia yang luas areanya sangat besar, hal ini sangat membantu. Tanya jawab, koordinasi, diskusi antara pimpinan daerah dapat dilakukan tanpa kesemuanya harus berada pada lokasi fisik yang sama. Tidak lagi semua harus terbang ke Jakarta untuk pertemuan yang hanya berlangsung satu atau dua jam saja.
Tuntutan masyarakat akan pemerintahan yang baik sudah sangat mendesak untuk dilaksanakan oleh aparatur pemerintah. Salah satu solusi yang diperlukan adalah keterpaduan sistem penyelenggaraan pemerintah melalui jaringan sistem informasi on- line antar instansi pemerintah baik pusat dan daerah untuk mengakses seluruh data dan informasi terutama yang berhubungan dengan pelayanan publik. Dalam sektor pemerintah, perubahan lingkungan strategis dan kemajuan teknologi mendorong aparatur pemerintah untuk mengantisipasi paradigma baru dengan upaya peningkatan kinerja birokrasi serta perbaikan pelayanan menuju terwujudnya pemerintah yang baik (good govermance). Hal terpenting yang harus dicermati adalah sektor pemerintah merupakan pendorong serta fasilitator dalam keberhasilan berbagai kegiatan pembangunan, oleh karena itu keberhasilan pembangunan harus didukung oleh kecepatan arus data dan informasi antar instansi agar terjadi keterpaduan sistem antara pemerintah dengan pihak penggunan lainnya. Upaya percepatan penerapan e- Government, masih menemui kendala karena saat ini belum semua daerah menyelenggarakannya. Apalagi masih ada anggapan e-Government hanya membuat web site saja sosialisasinya tidak terlaksana dengan optimal. Namun berdasarkan Inpres, pembangunan sistem informasi pemerintahan terpadu ini akan terealisasi sampai tahun 2005 mendatang. Kendati demikian yang terpenting adalah menghapus opini salah yang menganggap penerapan e-Government ini sebagai sebuah proyek, padahal merupakan sebuah sistem yang akan memadukan subsistem yang tersebar di seluruh daerah dan departemen.
3. Penerapan SIM pada pajak di Indonesia
Organisasi memerlukan manajemen pajak agar pembayaran pajak sesuai dengan ketentuan perpajakan namun tetap mempertahankan keinginannya untuk meraih laba dan likuiditas yang diharapkan sehingga tetap memaksimalkan kemakmuran para pemiliknya. Perkembangan implementasi teknologi informasi ke dalam sistem informasi organisasi telah sedemikian pervasif sehingga hampir semua kegiatan organisasi, termasuk catatan perpajakan, terekam ke dalam sistem informasi yang dikelolanya. Namun ternyata penggunaan sistem informasi untuk mendukung fungsi perpajakan ini masih terbatas pada kegiatan compliance process, belum mencapai kegiatan yang memberikan nilai tambah, seperti memberikan profil risiko perpajakan organisasi.

Sistem Informasi dan Manajemen Pajak
Sistem informasi pada dasarnya merupakan serangkaian prosedur untuk memproses data menjadi informasi dan mendistribusikannya kepada para pemakai (Indrajit, 2001; Hall, 2001; Alter, 1992). Lebih lanjut Hall (2001) dan McLeod dan Schell (2001) menglasifikasikan sistem informasi menjadi Sistem Informasi Akuntansi (SIA) dan Sistem Informasi Manajemen (SIM). Sedangkan McLeod dan Schell (2001) menggunakan istilah sistem informasi berbasis komputer (computerbased information system/CBIS. CBIS terdiri dari subsistem pendukung itu yakni: sistem informasi akuntansi (SIA), sistem informasi manajemen (SIM), sistem pendukung keputuan (decision support sistem/DSS), kantor virtual (atau otomasi kantor) dan sistem berbasis pengetahuan (knowlegde-based system/expert system). Switser dan Waters (2004) mengemukakan bahwa suatu bahwa aktifitas yang dominan ( lebih dari 70%) dalam bagian perpajakan (tax department) di suatu perusahaan adalah pengumpulan dan rekonsiliasi data sehingga hanya menyisakan kurang dari 30% aktifitas untuk menganalisa dan mengambil keputusan berdasarkan data yang sudah dikumpulkan dan direkonsiliasikan tersebut. Seharusnya perusahaan membalik keadaan tersebut sehingga mayoritas waktu staf perpajakan digunakan untuk aktifitas analisa dan pengambilan keputusan atau menciptakan suatu tax value center. Gunadi (2003) mengemukakan hubungan antara bahwa Wajib Pajak harus mempersiapkan dua kepentingan pelaporan keuangan yang berbeda, yakni laporan keuangan komersial dan laporan keuangan fiskal. Selanjutnya dijelaskan bahwa laporan keuangan fiskal disusun berdasarkan prosesrekonsiliasi dengan menggunakan dasar standar akuntansi keuangan dan ketentuan perpajakan. Tjahjono dan Husein (2000) mendefinisikan rekonsiliasi fiskal sebagai proses untuk mengubah laporan keuangan komersial menjadi laporan keuangan fiskal tanpa harus melalui proses akuntansi tersendiri. Proses rekonsiliasi fiskal merupakan akibat dari adanya perbedaan standar di bidang pelaporan keuangan komersial dengan perpajakan. Perbedaan standar ini mempunyai pengaruh yang sangat signifikan pada pajak fungsi perpajakan dan/atau keuangan perusahaan. Akibat lebih jauh dari kondisi ini, menurut hemat penulis adalah penting suatu perusahaan mengembangkan sistem informasi yang dapat mengintegrasikan berbagai kepentingan tersebut dengan efektif dan efisien. Berkaitan dengan hal ini maka KPMG mengajukan suatu kerangka kerja (framework) untuk manajemen pajak yang mencakup:
(1) tax data sensitisation atas transaksi yang terjadi untuk menangkap data perpajakan langsung pada sumbernya.
(2) membangun fungsionalitas pajak ke dalam ERP ataupun sistem informasi akuntansi perusahaan
(3) mengotomasikan proses dengan cara :
(a) menghubungkan sistem akuntansi dengan perangkat lunak yang didesain untuk pemenuhan pelaporan perpajakan,
(b) rekonsiliasi antara jumlah pajak dengan kode akun
(4) mengimplementasikan manajemen pajak secara global yang memungkinkan pelacakan transaksi dan pelaporan perpajakan global. Sementara itu, merujuk Hariyono (1998), agar pelaksanaan perencanaan pajak dapat mencapai manfaat sebagaimana yang diinginkan maka perusahaan perlu (1) sistem organisasi bagian administrasi dan keuangan, dalam hal ini perusahaan yang menjadi obyek penelitian telah menetapkan satu seksi khusus yang bertugas menangani masalah perpajakan (2) sistem administrasi dan akuntansi untuk kelengkapan pemenuhan kewajiban perpajakan. Secara lebih spesifik dan cenderung mengarah pada detil proses, Deloitte (2004) menawarkan suatu kerangka kerja yang disebut dengan Tax/ERP Integration Services (TEIS) yang menyatakan bahwa agar implementasi ERP berlangsung sukses dari perspektif pajak maka diperlukan professional dengan spesialisasi di bidang pajak yang dapat memahami kebutuhan, persyaratan dan kewajiban spesifik fungsi pajak perusahaan. Kerangka ini menawarkan :
(1) penyiapan cetak biru perpajakan untuk kepentingan sistem ERP
(2) mengembangkan strategis pengambilan data pada level transaksional
(3) mengambil laporan dengan data dan dokumen perpajakan yang tersimpan dalam sistem ERP
(4) memperkuat keterkaitan dengan perangkat lunak perancanaan pajak dan penyiapan laporan pajak
(5) membantu konversi data dari sistem yang telah ada ke dalam modul-modul ERP
(6) memenuhi kebutuhan retensi catatan pajak elektronik
(7) meningkatkan pengendalian internal yang terkait dengan aspek pajak.
Selanjutnya Langdon (2004) mengutip hasil survei tentang peranan teknologi dalam modernisasi administrasi perpajakan perusahaan yang dilakukan Association for Computers and Taxation (ACT) di Amerika Serikat, mengemukakan bahwa teknologi informasi telah menjadi pemicu (enabler) untuk praktik-praktik perpajakan yang lebih efisien. Lebih jauh, Langdon (2004) mengemukakan perlunya suatu pendekatan terpadu yang disebut dengan automated tax ecosystem, dimana semua dasar teknologi dalam berfungsi secara bersamaan sehingga memungkinkan fungsi pajak menangani semua layanan meliputi perencanaan, kepatuhan, dan manajemen audit. Berdasarkan berbagai uraian tentang sistem informasi dan kaitannya dengan manajemen pajak di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa sebenarnya organisasi perlu memikirkan untuk mengembangkan suatu sistem informasi manajemen pajak sebagai sistem yang otonom. Dalam pandangan penulis, sistem informasi ini bukanlah subordinasi sistem informasi keuangan ataupun sistem informasi akuntansi, karena memang memang tidak sepenuhnya kedua model sistem informasi tersebut mampu menyajikan informasi yang relevan dengan kebutuhan fungsi pajak. Namun, lebih jauh sistem informasi ini harus dapat mengakomodasikan kepentingan manajemen pajak secara luas. Secara luas dalam konteks ini adalah memenuhi baik untuk kebutuhan yang sifatnya pemenuhan kepatuhan (compliance process) beserta dengan pekerjaan klerikal yang menyertainya maupun kebutuhan yang sifat lebih memberikan nilai tambah seperti penyajian profil risiko pajak, sistem peringatan dini akan adanya risiko yang muncul serta manajemen atas tindakan pemeriksaan pajak, penagihan, keberatan dan banding.