Pengertian E-Government
E-Government
merupakan kependekan dari elektronik pemerintah. E-Governtment biasa dikenal
e-gov, pemerintah digital, online pemerintah atau pemerintah transformasi.
E-Government adalah Suatu upaya untuk mengembangkan penyalenggaraan kepemerintahan yang berbasis elektronik. Suatu penataan system manajemen dan proses kerja di lingkungan pemerintah dengan mengoptimalkan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi. Atau E-Goverment adalah penggunaan teknologi informasi oleh pemerintah untuk memberikan informasi dan pelayanan bagi warganya, urusan bisnis, serta hal-hal lain yang berkenaan dengan pemerintahan. e-Government dapat diaplikasikan pada legislatif, yudikatif, atau administrasi publik, untuk meningkatkan efisiensi internal, menyampaikan pelayanan publik, atau proses kepemerintahan yang demokratis.
E-Government adalah Suatu upaya untuk mengembangkan penyalenggaraan kepemerintahan yang berbasis elektronik. Suatu penataan system manajemen dan proses kerja di lingkungan pemerintah dengan mengoptimalkan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi. Atau E-Goverment adalah penggunaan teknologi informasi oleh pemerintah untuk memberikan informasi dan pelayanan bagi warganya, urusan bisnis, serta hal-hal lain yang berkenaan dengan pemerintahan. e-Government dapat diaplikasikan pada legislatif, yudikatif, atau administrasi publik, untuk meningkatkan efisiensi internal, menyampaikan pelayanan publik, atau proses kepemerintahan yang demokratis.
Ada tiga
model penyampaian E-Government, antara lain :
a. Government-to-Citizen atau
Government-to-Customer (G2C)
Adalah penyampaian layanan publik dan informasi satu arah oleh pemerintah ke masyarakat, Memungkinkan pertukaran informasi dan komunikasi antara masyarakat dan pemerintah,
Adalah penyampaian layanan publik dan informasi satu arah oleh pemerintah ke masyarakat, Memungkinkan pertukaran informasi dan komunikasi antara masyarakat dan pemerintah,
contohnya
G2C : Pajak online, mencari Pekerjaan, Layanan Jaminan sosial, Dokumen pribadi
(Kelahiran dan Akte perkawinan, Aplikasi Paspor, Lisensi Pengarah), Layanan
imigrasi,
Layanan kesehatan, Beasiswa, penanggulangan bencana.
Layanan kesehatan, Beasiswa, penanggulangan bencana.
b. Government-to-Business (G2B)
Adalah transaksi-transaksi elektronik dimana pemerintah menyediakan berbagai informasi yang dibutuhkan bagi kalangan bisnis untuk bertransaksi dengan pemerintah.Mengarah kepada pemasaran produk dan jasa ke pemerintah untuk membantu pemerintah menjadi lebih efisien melalui peningkatan proses bisnis dan manajemen data elektronik. Aplikasi yang memfasilitasi interaksi G2B maupun B2G adalah Sistem e-procurement.
Adalah transaksi-transaksi elektronik dimana pemerintah menyediakan berbagai informasi yang dibutuhkan bagi kalangan bisnis untuk bertransaksi dengan pemerintah.Mengarah kepada pemasaran produk dan jasa ke pemerintah untuk membantu pemerintah menjadi lebih efisien melalui peningkatan proses bisnis dan manajemen data elektronik. Aplikasi yang memfasilitasi interaksi G2B maupun B2G adalah Sistem e-procurement.
Contoh
: Pajak perseroan, Peluang Bisnis, Pendaftaran perusahaan, peraturan pemerintah
(Hukum Bisnis), Pelelangan dan penjualan yang dilaksanakan oleh pemerintah, hak
paten merk dagang, dll
c. Government-to-Government (G2G)
Adalah Memungkinkan komunikasi dan pertukaran informasi online antar departemen atau lembaga pemerintahan melalui basisdata terintegrasi.
Adalah Memungkinkan komunikasi dan pertukaran informasi online antar departemen atau lembaga pemerintahan melalui basisdata terintegrasi.
Contoh : Konsultasi secara
online,blogging untuk kalangan legislative, pendidikan secara online, pelayanan
kepada masyarakat secara terpadu.
Keuntungan
E-Goverment bagi rakyat
1. Pelayanan
servis yang lebih baik kepada masyarakat. Informasidapat disediakan 24 jam, 7
hari dalam seminggu, tanpa harus menunggu dibukanya kantor . Informasi dapat
dicari dari kantor, rumah, tanpa harus secara fisik datang ke kantor
pemerintahan.
2. Peningkatan hubungan antara pemeritah, pelaku
bisnis, dan masyarakat umum. Adanya keterbukaan [transparansi ] maka diharapkan
hubungan antara berbagai pihak menjadi lebih baik. Keterbukaan ini
menghilangkan saling curiga dan kekesalan dari semua pihak.
3. Pemberdayaan msyarakat melalui informasi yang mudah
diperoleh. Dengan adanya informasi yang mencukupi, masyarakat akan belajar
untuk dapat menentukan pilihannya. Sebagai contoh, data-data tentang sekolah;
jumlah kelas, daya tampung murid, passing grade, dan sebagainya, dapat
ditampilkan secara online dan digunakan oleh orang tua untuk memilih sekolah
yang pas untuk anaknya.
4. Pelaksanaan
pemerintahan yang lebih efisien . Sebagai contoh, koordinasi pemerintahan dapat dilakukan melaluji
e-mail atau bahkan vidio confernce.
5. Tenologi Informasi dan Komunikasi yang dikembangkan
dalam pemerintahan atau yang disebut e-government membuat masyarakat semakin
mudah dalam mengakses kebijakan pemerintah sehingga program yang dicanangkan
pemerintah dapat berjalan dengan lancar.
6.
e-government juga dapat mendukung pengelolaan pemerintahan yang lebih
efisien, dan bisa meningkatkan komunikasi antara pemerintah dengan sektor usaha
dan industri.
7. Masyarakat dapat memberi masukan mengenai
kebijakan-kebijakan yang dibuaat oleh pemerintah sehingga dapat
memperbaiki kinerja pemerinta8. Selain tampilan dan paduan warna yang
menarik, informasi-infromasi yang disajikan sangatlah lengkap dan up to date.
9. Terdapatnya informasi transportasi, informasi valuta asing, serta info tentang tinggi muka air.
10. Website ini mencakup banyak aspek seperti hukum, agama, sosial dan budaya, bisnis dan kawasan bisnisnya, pendidikan, dan sebagainya.
11. Semua terbuka untuk pemerintah dan masyarakat.
9. Terdapatnya informasi transportasi, informasi valuta asing, serta info tentang tinggi muka air.
10. Website ini mencakup banyak aspek seperti hukum, agama, sosial dan budaya, bisnis dan kawasan bisnisnya, pendidikan, dan sebagainya.
11. Semua terbuka untuk pemerintah dan masyarakat.
Kerugian
E-Goverment bagi rakyat
1. Semakin bebasnya masyarakat mengakses situs
pemerintah akan membuka peluang terjadinya cyber crime yang dapat merusak
system TIK pada e-government. Misalnya kasus pembobolan situs KPU ketika
penyelenggaraan Pemilu oleh seorang cracker.
2. Kurangnya interaksi atau komunikasi antara
admin (pemerintah) dengan masyarakat, karena e- government dibuat untuk saling
berinteraksi antara pemerintah, masyarakat, dan pihak lain yang berkepentingan.
3. Kelemahan utama tentang
e-government adalah kurangnya kesetaraan dalam akses publik untuk keandalan,
internet informasi di web, dan agenda tersembunyi dari kelompok pemerintah yang
dapat mempengaruhi dan bias opini publik.
4. Pelayanan yang diberikan situs pemerintah belum
ditunjang oleh system manajemen dan proses kerja yang efektif karena kesiapan
peraturan,prosedur dan keterbataasan SDM sangat membatasi penetrasi
komputerisasi k dalam system pemerintahan
5. Belum mapannya strategi serta tidak
memaadainya anggaran yang dialokasikan untuk pengembanngan e-government
6. Inisiatif merupakan upaya instansi secara
sendiri-sendiri, dengan demikian sejumlah faktor seperti standardisasi,
keamanan informasi, otentikasi, dan berbagai alikasi dasar yang memungkinkkan
interoperabilitas antar situs secara andal, aman, dan terpercaya kurang
mendapat perhatian
7. Kesenjangan kemampuan masyarakat untuk
mengakses jaringan internet
Penerapan SIM pada
Negara Indonesia
- teknologi
Dua faktor utama yang
perlu diperhitungkan dalam strategi pengembangan sistem informasi nasional
adalah SDM yang berkualitas dan alternatif sistem atau teknologi yang
digunakan. Dari aspek teknologi, tentunya akan sangat berguna jika Indonesia
dapat membangun infrastruktur informasi nasional secara mandiri, di samping
menambah local content dari peralatan telekomunikasi yang diinstalasi. Beberapa
alternatif teknologi informasi hulu, seperti packet radio network dan interkom,
telah dibuat sendiri bahkan diimplementasikan dengan swadaya dan swadana
masyarakat. Bahkan tidak tanggung-tanggung, digunakan untuk mengintegrasikan
beberapa universitas di Indonesia timur dan sekolah menengah atas ke berbagai
jaringan perguruan tinggi yang telah beroperasi khususnya di Jawa. Menarik
bahwa sebagian besar proses bertumpu pada inisiatif dan swadaya masyarakat. Hal
ini sangat membantu proses pendidikan jarak jauh dengan meningkatkan effisiensi
pendidik dibantu media elektronik. Tentunya sangat membantu program wajib
belajar yang dicanangkan. Badan-badan nasional perlu memikirkan peluang
regulasi dan kesempatan untuk memungkinkan percepatan perkembangan
infrastruktur informasi hulu berbasis swadaya masyarakat dengan teknologi
Indonesia.
- SI utama
Sistem informasi
telah berkembang seiring dengan perkembangan teknologi informasi yang sangat
cepat dan terbukti sangat berperan dalam kegiatan perekonomian dan strategi
penyelenggaraan pembangunan. Keberadaan sistem informasi mendukung kinerja
peningkatan efisiensi, efektivitas dan produktivitas organisasi pemerintah dan
dunia usaha, serta mendorong pewujudan masyarakat yang maju dan sejahtera.
Sistem informasi yang dibutuhkan, dimanfaatkan, dan dikembangkan bagi keperluan
pembangunan daerah adalah sistem informasi yang terutama diarahkan untuk
menunjang perencanaan pembangunan daerah. Hal ini perlu diingat karena telah
terjadi perubahan paradigma menuju desentralisasi di berbagai aspek
pembangunan. Salah satu paradigma baru itu adalah perihal perencanaan
pembangunan daerah. Mulai tahun 2001, seiring dengan pemberlakuan UU No.
22/1999 dan UU No. 25/1999, maka perencanaan pembangunan daerah telah
diserahkan kepada pemerintah daerah. Dan dengan terbitnya UU No. 25/2004
tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional yang bertujuan untuk mendukung
koordinasi antarpelaku pembangunan; menjamin terciptanya integrasi,
sinkronisasi, dan sinergi baik antardaerah, antarruang, antarwaktu, antarfungsi
pemerintah maupun antara Pusat dan Daerah; menjamin keterkaitan dan konsistensi
antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan pengawasan; mengoptimalkan
partisipasi masyarakat; dan menjamin tercapainya penggunaan sumber daya secara
efisien, efektif, berkeadilan, dan berkelanjutan. Dengan demikian, kiat di
balik desentralisasi adalah peningkatan pelayanan kepada masyarakat,
partisipasi dalam perencanaan pembangunan, dan pencapaian akuntabilitas,
efektivitas, dan efisiensi. Telah banyak dikembangkan sistem informasi yang
berbasis data perencanaan pembangunan, yang beroperasi baik di pusat maupun di
daerah. Akan tetapi, harus diakui bahwa pada umumnya sistem informasi yang
telah dikembangkan itu hanya menyangkut aspek tertentu dalam perencanaan
pembangunan. Misalnya, Sistem Informasi Manajemen Departemen Dalam Negeri
(Simdagri) dan SIM Daerah (Simda), yang penerapan pengelolaannya di daerah
dilakukan oleh Kantor Pengolahan Data Elektronik (KPDE) di daerah. Contoh lain
adalah yang berkaitan dengan aspek ruang, yaitu Sistem Informasi Geografis
(SIG), yang dikembangkan melalui proyek berbantuan luar negeri Land Resources
Evaluation and Planning (LREP) dan Marine Resources Evaluation and Planning
(MREP); atau sistem informasi yang menyangkut aspek lingkungan, seperti Neraca
Kependudukan dan Lingkungan Hidup Daerah (NKLD) serta Neraca Sumber Daya Alam
dan Spasial Daerah (NSASD) di setiap daerah. Dengan adanya Sistem Informasi dan
Manajemen Perencanaan Pembangunan Nasional (Simrenas) ini, diharapkan dapat
menata berbagai aspek data perencanaan pembangunan secara terintegrasi dan
komprehensif, baik dalam hal struktur, jenis maupun format data untuk
perencanaan pembangunan.
2. Masalah SI Nasional :
2. Masalah SI Nasional :
Hingga saat ini telah
beberapa kali dilakukan upaya untuk membangun suatu bahan acuan pengembangan
sistem informasi yang bersifat nasional, namun belum ada yang berhasil untuk
diwujudkan kedalam suatu bentuk acuan standard yang mengarahkan pengembangan
seluruh sistem informasi pemerintah ke dalam satu cetak biru yang komprehensif.
Terlebih pada saat belum didirikannya Kementerian Komunikasi dan Informasi,
beberapa instansi dan lembaga pemerintah mengambil suatu inisiatif untuk
menyusun suatu konsep tentang Sistem Informasi Nasional. Hal ini telah
mengakibatkan duplikasi yang juga redundansi dimana konsep yang disusun
berdasarkan kepada kepentingan setiap instansi ataupun lembaga yang
menyusunnya. Selain itu dengan beragamnya sistem yang dimiliki oleh setiap
instansi maupun lembaga membawa akibat kepada kekacauan sistem (system chaos)
dimana beberapa lembaga memiliki struktur data yang sama namun dengan
infrastruktur informasi (content) yang berbeda-beda. Hal ini menyebabkan
inefisiensi pengelolaan sistem informasi pemerintah. Selain itu dengan adanya
perbedaan informasi yang dihasilkan akan menyebabkan kebingungan bagi pengguna
informasi untuk menentukan validitas informasi yang dimiliki.
Hal lain yang perlu
dicermati adalah banyaknya pengembangan sistem informasi yang mengalami
kegagalan, walaupun telah dibiayai dengan anggaran yang cukup besar, sistem
yang dibangun tidak dapat diimplementasikan dengan beragam alasan. Kegagalan
tersebut selain membebani anggaran negara juga membawa preseden buruk bagi
pengembangan sistem informasi lainnya. Anggaran belanja negara juga dibebani
oleh biaya pengembangan sistem yang jauh melebihi batas normal, hal ini dapat
dibuktikan dengan adanya beberapa pembuatan dan pengembangan web bagi
pemerintah dengan biaya yang sangat fantastis.
Suatu fenomena yang
saat ini tengah berkembang adalah pengembangan konsep e-government dan
e-business, fenomena ini telah mendorong beberapa instansi dan lembaga baik
ditingkat pusat maupun daerah untuk mengembangkan sistem informasi mereka
sehingga dapat diimplementasikan dalam konsep e-government. Namun kenyataan
yang terjadi adalah adanya suatu paham yang beranggapan bahwa” web + e-mail =
e-government”, dan biaya pengembangan yang dikeluarkan untuk proyek tersebut
berada diluar batas kewajaran. Hal-hal tersebut timbul adalah akibat tidak
adanya suatu konsep yang jelas mengenai apa yang dimaksud dengan e-government.
Bilamana seorang konsultan membahas mengenai e-government, maka apa yang
diuraikan dalam bahasannya lebih mengarah kepada penggunaan suatu produk yang
diwakilinya atau lebih mengarah kepada penggunaan internet sebagai suatu konsep
yang dipahami secara dangkal. Hal ini tentunya akan membawa akibat kepada
inefisiensi dan inefektifitas anggaran dan aktivitas pengelolaan pemerintahan.
Permasalahan ini mungkin dialami oleh lembaga maupun instansi baik di tingkat
Pusat maupun Daerah; dalam hal ini diperlukan koordinasi antar sektor dan antar
tingkatan pemerintahan untuk dapat mengatasinya.
- SI Hasil
Pembangunan :
Pada kurun waktu ini,
aplikasi sistem informasi yang dibangun dan dikembangkan mulaidiarahkan
berbasiskan internet, baik untuk kebutuhan otomatisasi pengolahan data
maupunpromosi hasil-hasil litbang di dalam website. Untuk kebutuhan tersebut
perangkat lunakdigunakan diantaranya Ms-Access, MS-SQL Server, Visual Basic,
Delphi, Macro Media (Dream weaver, Firework, Flash), Visual Studio.Net
Enterprise Developer, MapXtrem, Geomedia Developer, Geomedia WebMap, dan
lainnya. Sedangkan untuk kebutuhan jaringaninternet setiap tahun secara
bertahap dikembangkan, baik perangkat keras, perangkatlunak maupun sistem
komunikasi ke global internet. Kondisi terakhir sampai 2003, komunikasike
global internet mempergunakan komunikasi VSAT ke SpeedCast.com (Hongkong)
dengankbps. Sedangkan untuk kebutuhan integrasi dengan Instansi lain di
bawahDESDM di Bandung telah disiapkan perangkan Radio 2.4 GHz dengan antenna
sectoral 3600.
Sedangkan hasil pembangunan dan pengembangan aplikasi sistem pada tahun 2001 sampaidengan 2003, diantaranya adalah : Sistem Database Batubara, Sistem Database Hasil-hasilLitbang, SI Monitoring AlatTambang, SI Monitoring Kemajuan Tambang, SI Monitoring Kerjasama Litbang berbasis Web, Otomatisasiadministrasi pengujian batubara di LaboratoriumBatubara, Sistem Penjualan Online Produk dan JasatekMIRA, Sistem pemetaan online (WebMapping).
Sedangkan hasil pembangunan dan pengembangan aplikasi sistem pada tahun 2001 sampaidengan 2003, diantaranya adalah : Sistem Database Batubara, Sistem Database Hasil-hasilLitbang, SI Monitoring AlatTambang, SI Monitoring Kemajuan Tambang, SI Monitoring Kerjasama Litbang berbasis Web, Otomatisasiadministrasi pengujian batubara di LaboratoriumBatubara, Sistem Penjualan Online Produk dan JasatekMIRA, Sistem pemetaan online (WebMapping).
- SI Potensi Daerah :
mengelola data
unggulan yang terdapat di daerah, yang akan dikelola dan diinformasikan pada
masyarakat, kepada eksekutif atau kepada pihak-pihak yang berkepentingan.Data
yang diberikan disesuaikan dengan kewenangan dari user yang melihat, serta
sesuai dengan kerahasiaan dan kegunaan dari data yang akan dikelola atau
diinformasikan.Aplikasi ini dikelola oleh dinas atau instansi terkait yang
memiliki wewenang dalam mengelola data-data tersebut, sehingga kebenaran dan
keterkinian data yang bersangkutan akan terjaga. Juga informasi yang tersebar
tidak simpang siur dan jelas. Berkaitan dengan era otonomi daerah dimana
pemerintahan pusat menyerahakan sepenuhnya kepada pemerintah kabupatan/kota,
dalam mengurus dan mengembangkan sendiri daerahnya masing-masing, maka setiap
daerah akan mengusahakan semua potensi wilayah yang dimiliki untuk dijadikan
peluang guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat.
2. Penerapan SIM
dalam Bidang Pemerintahan (e-government).
E-government mengacu pada penggunaan teknologi informasi oleh pemerintahan,
seperti menggunakan intranet dan internet, yang mempunyai kemampuan menghubungkan
keperluan penduduk, bisnis, dan kegiatan lainnya. Bisa merupakan suatu proses
transaksi bisnis antara publik dengan pemerintah melalui sistem otomasi dan
jaringan internet, lebih umum lagi dikenal sebagai world wide web. Pada intinya
e-government adalah penggunaan teknologi informasi yang dapat meningkatkan
hubungan antara pemerintah dan pihak-pihak lain. penggunaan teknologi informasi
ini kemudian menghasilkan hubungan bentuk baru seperti: G2C (Governmet to
Citizen), G2B (Government to Business), dan G2G (Government to
Government).Manfaat e-government yang dapat dirasakan antara lain: (1)
Pelayanan servis yang lebih baik kepada masyarakat. Informasi dapat disediakan
24 jam sehari, 7 hari dalam seminggu, tanpa harus menunggu dibukanya kantor.
Informasi dapat dicari dari kantor, rumah, tanpa harus secara fisik datang ke
kantor pemerintahan. (2) Peningkatan hubungan antara pemerintah, pelaku bisnis,
dan masyarakat umum. Adanya keterbukaan (transparansi) maka diharapkan hubungan
antara berbagai pihak menjadi lebih baik. Keterbukaan ini menghilangkan saling
curiga dan kekesalan dari semua pihak. (3) Pemberdayaan masyarakat melalui
informasi yang mudah diperoleh. Dengan adanya informasi yang mencukupi,
masyarakat akan belajar untuk dapat menentukan pilihannya. Sebagai contoh,
data-data tentang sekolah: jumlah kelas, daya tampung murid, passing grade, dan
sebagainya, dapat ditampilkan secara online dan digunakan oleh orang tua untuk
memilihkan sekolah yang pas untuk anaknya. (4) Pelaksanaan pemerintahan yang
lebih efisien. Sebagai contoh, koordinasi pemerintahan dapat dilakukan melalui
e-mail atau bahkan video conference. Bagi Indonesia yang luas areanya sangat
besar, hal ini sangat membantu. Tanya jawab, koordinasi, diskusi antara
pimpinan daerah dapat dilakukan tanpa kesemuanya harus berada pada lokasi fisik
yang sama. Tidak lagi semua harus terbang ke Jakarta untuk pertemuan yang hanya
berlangsung satu atau dua jam saja.
Tuntutan masyarakat akan pemerintahan yang baik sudah sangat mendesak untuk
dilaksanakan oleh aparatur pemerintah. Salah satu solusi yang diperlukan adalah
keterpaduan sistem penyelenggaraan pemerintah melalui jaringan sistem informasi
on- line antar instansi pemerintah baik pusat dan daerah untuk mengakses
seluruh data dan informasi terutama yang berhubungan dengan pelayanan publik.
Dalam sektor pemerintah, perubahan lingkungan strategis dan kemajuan teknologi
mendorong aparatur pemerintah untuk mengantisipasi paradigma baru dengan upaya
peningkatan kinerja birokrasi serta perbaikan pelayanan menuju terwujudnya
pemerintah yang baik (good govermance). Hal terpenting yang harus dicermati
adalah sektor pemerintah merupakan pendorong serta fasilitator dalam
keberhasilan berbagai kegiatan pembangunan, oleh karena itu keberhasilan
pembangunan harus didukung oleh kecepatan arus data dan informasi antar
instansi agar terjadi keterpaduan sistem antara pemerintah dengan pihak
penggunan lainnya. Upaya percepatan penerapan e- Government, masih menemui
kendala karena saat ini belum semua daerah menyelenggarakannya. Apalagi masih
ada anggapan e-Government hanya membuat web site saja sosialisasinya tidak
terlaksana dengan optimal. Namun berdasarkan Inpres, pembangunan sistem
informasi pemerintahan terpadu ini akan terealisasi sampai tahun 2005
mendatang. Kendati demikian yang terpenting adalah menghapus opini salah yang
menganggap penerapan e-Government ini sebagai sebuah proyek, padahal merupakan
sebuah sistem yang akan memadukan subsistem yang tersebar di seluruh daerah dan
departemen.
3. Penerapan SIM pada
pajak di Indonesia
Organisasi memerlukan
manajemen pajak agar pembayaran pajak sesuai dengan ketentuan perpajakan namun
tetap mempertahankan keinginannya untuk meraih laba dan likuiditas yang
diharapkan sehingga tetap memaksimalkan kemakmuran para pemiliknya.
Perkembangan implementasi teknologi informasi ke dalam sistem informasi
organisasi telah sedemikian pervasif sehingga hampir semua kegiatan organisasi,
termasuk catatan perpajakan, terekam ke dalam sistem informasi yang
dikelolanya. Namun ternyata penggunaan sistem informasi untuk mendukung fungsi
perpajakan ini masih terbatas pada kegiatan compliance process, belum mencapai
kegiatan yang memberikan nilai tambah, seperti memberikan profil risiko
perpajakan organisasi.
Sistem Informasi dan
Manajemen Pajak
Sistem informasi pada
dasarnya merupakan serangkaian prosedur untuk memproses data menjadi informasi
dan mendistribusikannya kepada para pemakai (Indrajit, 2001; Hall, 2001; Alter,
1992). Lebih lanjut Hall (2001) dan McLeod dan Schell (2001) menglasifikasikan
sistem informasi menjadi Sistem Informasi Akuntansi (SIA) dan Sistem Informasi
Manajemen (SIM). Sedangkan McLeod dan Schell (2001) menggunakan istilah sistem
informasi berbasis komputer (computerbased information system/CBIS. CBIS
terdiri dari subsistem pendukung itu yakni: sistem informasi akuntansi (SIA),
sistem informasi manajemen (SIM), sistem pendukung keputuan (decision support
sistem/DSS), kantor virtual (atau otomasi kantor) dan sistem berbasis
pengetahuan (knowlegde-based system/expert system). Switser dan Waters
(2004) mengemukakan bahwa suatu bahwa aktifitas yang dominan ( lebih dari 70%)
dalam bagian perpajakan (tax department) di suatu perusahaan adalah
pengumpulan dan rekonsiliasi data sehingga hanya menyisakan kurang dari 30%
aktifitas untuk menganalisa dan mengambil keputusan berdasarkan data yang sudah
dikumpulkan dan direkonsiliasikan tersebut. Seharusnya perusahaan membalik
keadaan tersebut sehingga mayoritas waktu staf perpajakan digunakan untuk
aktifitas analisa dan pengambilan keputusan atau menciptakan suatu tax value
center. Gunadi (2003) mengemukakan hubungan antara bahwa Wajib Pajak harus
mempersiapkan dua kepentingan pelaporan keuangan yang berbeda, yakni laporan
keuangan komersial dan laporan keuangan fiskal. Selanjutnya dijelaskan bahwa
laporan keuangan fiskal disusun berdasarkan prosesrekonsiliasi dengan
menggunakan dasar standar akuntansi keuangan dan ketentuan perpajakan. Tjahjono
dan Husein (2000) mendefinisikan rekonsiliasi fiskal sebagai proses untuk
mengubah laporan keuangan komersial menjadi laporan keuangan fiskal tanpa harus
melalui proses akuntansi tersendiri. Proses rekonsiliasi fiskal merupakan
akibat dari adanya perbedaan standar di bidang pelaporan keuangan komersial
dengan perpajakan. Perbedaan standar ini mempunyai pengaruh yang sangat
signifikan pada pajak fungsi perpajakan dan/atau keuangan perusahaan. Akibat
lebih jauh dari kondisi ini, menurut hemat penulis adalah penting suatu
perusahaan mengembangkan sistem informasi yang dapat mengintegrasikan berbagai
kepentingan tersebut dengan efektif dan efisien. Berkaitan dengan hal ini maka
KPMG mengajukan suatu kerangka kerja (framework) untuk manajemen pajak
yang mencakup:
(1) tax data
sensitisation atas transaksi yang terjadi untuk menangkap data
perpajakan langsung pada sumbernya.
(2) membangun fungsionalitas pajak ke dalam ERP ataupun sistem informasi akuntansi perusahaan
(3) mengotomasikan proses dengan cara :
(a) menghubungkan sistem akuntansi dengan perangkat lunak yang didesain untuk pemenuhan pelaporan perpajakan,
(b) rekonsiliasi antara jumlah pajak dengan kode akun
(4) mengimplementasikan manajemen pajak secara global yang memungkinkan pelacakan transaksi dan pelaporan perpajakan global. Sementara itu, merujuk Hariyono (1998), agar pelaksanaan perencanaan pajak dapat mencapai manfaat sebagaimana yang diinginkan maka perusahaan perlu (1) sistem organisasi bagian administrasi dan keuangan, dalam hal ini perusahaan yang menjadi obyek penelitian telah menetapkan satu seksi khusus yang bertugas menangani masalah perpajakan (2) sistem administrasi dan akuntansi untuk kelengkapan pemenuhan kewajiban perpajakan. Secara lebih spesifik dan cenderung mengarah pada detil proses, Deloitte (2004) menawarkan suatu kerangka kerja yang disebut dengan Tax/ERP Integration Services (TEIS) yang menyatakan bahwa agar implementasi ERP berlangsung sukses dari perspektif pajak maka diperlukan professional dengan spesialisasi di bidang pajak yang dapat memahami kebutuhan, persyaratan dan kewajiban spesifik fungsi pajak perusahaan. Kerangka ini menawarkan :
(1) penyiapan cetak biru perpajakan untuk kepentingan sistem ERP
(2) mengembangkan strategis pengambilan data pada level transaksional
(3) mengambil laporan dengan data dan dokumen perpajakan yang tersimpan dalam sistem ERP
(4) memperkuat keterkaitan dengan perangkat lunak perancanaan pajak dan penyiapan laporan pajak
(5) membantu konversi data dari sistem yang telah ada ke dalam modul-modul ERP
(6) memenuhi kebutuhan retensi catatan pajak elektronik
(7) meningkatkan pengendalian internal yang terkait dengan aspek pajak.
(2) membangun fungsionalitas pajak ke dalam ERP ataupun sistem informasi akuntansi perusahaan
(3) mengotomasikan proses dengan cara :
(a) menghubungkan sistem akuntansi dengan perangkat lunak yang didesain untuk pemenuhan pelaporan perpajakan,
(b) rekonsiliasi antara jumlah pajak dengan kode akun
(4) mengimplementasikan manajemen pajak secara global yang memungkinkan pelacakan transaksi dan pelaporan perpajakan global. Sementara itu, merujuk Hariyono (1998), agar pelaksanaan perencanaan pajak dapat mencapai manfaat sebagaimana yang diinginkan maka perusahaan perlu (1) sistem organisasi bagian administrasi dan keuangan, dalam hal ini perusahaan yang menjadi obyek penelitian telah menetapkan satu seksi khusus yang bertugas menangani masalah perpajakan (2) sistem administrasi dan akuntansi untuk kelengkapan pemenuhan kewajiban perpajakan. Secara lebih spesifik dan cenderung mengarah pada detil proses, Deloitte (2004) menawarkan suatu kerangka kerja yang disebut dengan Tax/ERP Integration Services (TEIS) yang menyatakan bahwa agar implementasi ERP berlangsung sukses dari perspektif pajak maka diperlukan professional dengan spesialisasi di bidang pajak yang dapat memahami kebutuhan, persyaratan dan kewajiban spesifik fungsi pajak perusahaan. Kerangka ini menawarkan :
(1) penyiapan cetak biru perpajakan untuk kepentingan sistem ERP
(2) mengembangkan strategis pengambilan data pada level transaksional
(3) mengambil laporan dengan data dan dokumen perpajakan yang tersimpan dalam sistem ERP
(4) memperkuat keterkaitan dengan perangkat lunak perancanaan pajak dan penyiapan laporan pajak
(5) membantu konversi data dari sistem yang telah ada ke dalam modul-modul ERP
(6) memenuhi kebutuhan retensi catatan pajak elektronik
(7) meningkatkan pengendalian internal yang terkait dengan aspek pajak.
Selanjutnya Langdon
(2004) mengutip hasil survei tentang peranan teknologi dalam modernisasi
administrasi perpajakan perusahaan yang dilakukan Association for Computers
and Taxation (ACT) di Amerika Serikat, mengemukakan bahwa teknologi
informasi telah menjadi pemicu (enabler) untuk praktik-praktik
perpajakan yang lebih efisien. Lebih jauh, Langdon (2004) mengemukakan perlunya
suatu pendekatan terpadu yang disebut dengan automated tax ecosystem,
dimana semua dasar teknologi dalam berfungsi secara bersamaan sehingga
memungkinkan fungsi pajak menangani semua layanan meliputi perencanaan,
kepatuhan, dan manajemen audit. Berdasarkan berbagai uraian tentang sistem
informasi dan kaitannya dengan manajemen pajak di atas, dapat ditarik
kesimpulan bahwa sebenarnya organisasi perlu memikirkan untuk mengembangkan
suatu sistem informasi manajemen pajak sebagai sistem yang otonom. Dalam
pandangan penulis, sistem informasi ini bukanlah subordinasi sistem informasi
keuangan ataupun sistem informasi akuntansi, karena memang memang tidak
sepenuhnya kedua model sistem informasi tersebut mampu menyajikan informasi
yang relevan dengan kebutuhan fungsi pajak. Namun, lebih jauh sistem informasi
ini harus dapat mengakomodasikan kepentingan manajemen pajak secara luas.
Secara luas dalam konteks ini adalah memenuhi baik untuk kebutuhan yang
sifatnya pemenuhan kepatuhan (compliance process) beserta dengan
pekerjaan klerikal yang menyertainya maupun kebutuhan yang sifat lebih
memberikan nilai tambah seperti penyajian profil risiko pajak, sistem
peringatan dini akan adanya risiko yang muncul serta manajemen atas tindakan
pemeriksaan pajak, penagihan, keberatan dan banding.